Perjanjian terapeutik yang diistilahkan menjadi transaksi terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien, yang berupa hubungan hukum yang kemudian melahirkan hak dan kewajiban bagi keduanya. Perjanjian terapeutik ini sendiri tidak terbatas pada bidang therapy atau pengobatan saja, melainkan lebih luas, yaitu mencakup bidang diagnostik, preventif, rehabilitatif, maupun promotif.

Transaksi terapeutik memiliki sifat atau ciri yang khusus dan berbeda dengan perjanjian pada umumnya, kekhususannya terletak pada objek yang diperjanjikan. Dalam kontrak terapeutik, objek perjanjiannya adalah berupa upaya atau terapi untuk penyembuhan pasien, yang berarti tujuan dari transaksi ini adalah upaya dokter untuk memberikan kesembuhan bagi pasiennya semaksimal mungkin sesuai dengan keahliannya.

Selain dari pada itu, terdapat hak-hak pasien yang perlu kita ketahui, hal mana dijelaskan dalam Pasal 52 Undang – Undang no. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran (UU 29/04), yaitu :
1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 45 Ayat (3);
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan;
2. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
3. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
4. Menolak tindakan medis;
5. Mendapatkan isi rekam medis (juga diatur pada pasal 12 Ayat 4 Permenkes 2008).

Nah, sengketa antara dokter dan pasien biasanya timbul karena ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan oleh dokter maupun entitas pendukung lainnya seperti Perawat, Apoteker, Pelaksana Rekam Medis, Ahli Gizi, Pramusaji dan lainnya. Ketidakpuasan dimaksud berimplikasi terhadap kerugian yang dialami pasien berupa cidera, cacat permanen atau bahkan kematian. Ketidakpuasan pasien tersebut dikarenakan adanya dugaan kesalahan atau kelalaian (malpraktik) dokter maupun entitas pendukung lainnya yang menyebabkan kerugian di pihak pasien. Hal ini pula lah yang kemudian berpeluang menjadi sengketa atau konflik di kemudian hari hal mana menjadi cikal bakal bagi para pihak untuk mengajukan Gugatan Wanprestasi sampai dengan membuat Laporan Polisi.

Dalam prakteknya, penyebab terjadinya sengketa dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut, yaitu:
Pertama, informasi (tentang penyakit yang diderita pasien) dan alternatif yang dipilih tidak disampaikan secara lengkap (oleh dokter kepada pasien);
Kedua, informasi tindakan medis baru disampaikan pasca terapi. Kapan idealnya informasi medis itu disampaikan (oleh dokter kepada pasien), apakah pada waktu sebelum terapi yang berupa tindakan medis tertentu itu dilaksanakan atau setelah terapi dilaksanakan.
Informasi harusnya diberikan (oleh dokter kepada pasien) baik diminta atau tidak (oleh pasien) sebelum terapi dilakukan. Terlebih lagi jika informasi tersebut berkaitan dengan kemungkinan perluasan terapi;
Ketiga, Informasi yang disampaikan oleh dokter tidak jelas dan sulit dipahami oleh pasien maupun oleh keluarga pasien. Hal mana tentu akan mempersulit dan menimbulkan multitafsir bagi Pasien dan keluarganya
Keempat, informasi yang disampaikan oleh dokter bukan kepada pasien yang bersangkutan atau bukan keluarga pasien. orang yang berhak atas informasi adalah pasien yang bersangkutan, dan keluarga terdekat apabila menurut penilaian dokter informasi yang diberikan akan merugikan pasien, atau bila ada perluasan terapi yang tidak dapat diduga sebelumnya yang harus dilakukan untuk menyelamatkan nyawa pasien.
Kelima, informasi medis disampaikan bukan oleh dokter atau bukan oleh pihak yang berwenang. Informasi yang dilakukan hanya berhak dilakukan oleh dokter yang menangani atau dokter lain dan/atau entitas pendukung lainnya yang diberikan wewenang dari dokter yang menangani.

Berakhirnya Perjanjian Terapeutik antara dokter dengan pasien dapat disebabkan hal-hal berikut;
1. Pasien berhasil disembuhkan dari penyakitnya
2. Dokter mengundurkan diri untuk tidak berusaha mengobati pasien lagi, dengan syarat bahwa pasien menyetujui pengunduran diri tersebut, pasien diberikan waktu untuk mencari dokter lain, atau karena dokter merekomendasikan dokter lain yang sama kompetensinya dan karena dokter tersebut merujuk pasien ke rumah sakit atau dokter lain yang memiliki fasilitas yang lebih memungkinkan kesembuhan pasien.
3. Pengakhiran oleh pasien itu sendiri.
4. Pasien meninggal dunia.
5. Kewajiban dokter telah selesai sebagaimana yang disepakati dalam kontrak.
6. Dalam keadaan gawat darurat, apabila dokter atau dokter pilihan pasien sudah datang, atau terdapat penghentian kegawat daruratan.
7. Lewat jangka waktu apabila ditentukan oleh para pihak.
8. Atas persetujuan dokter dan pasien bahwa mereka sepakat mengakhiri hubungan mereka.

Terhadap permasalahan ini ada beberapa hal yang perlu diketahui untuk mencegah terjadinya wanprestasi dalam perjanjian terapeutik dan malpraktik, diantaranya:
Pertama, untuk mencegah terjadinya wanprestasi harus adanya pemahaman yang jelas tentang perjanjian terapeutik, termasuk peran, tanggung jawab, dan tujuan perawatan. Dokter juga harus melakukan konsultasi dengan pasien, termasuk menjelaskan diagnosa, manfaat, resiko dan opsi perawatan, agar pasien dan dokter terjaga komunikasi yang baik, termasuk dokter juga harus melaporkan perubahan kondisi atau efek samping kepada pasien

Kedua, untuk mencegah terjadinya malpraktik antara dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya harus menjalani pendidikan dan pelatihan yang memadai untuk memahami standar etika medis dan kompetensi klinis, alangkah baiknya juga rumah sakit dan lembaga medis harus memiliki sistem pemantauan dan evaluasi yang ketat untuk memantau praktik medis dan mengidentifikasi potensi malpraktik dan adanya rekam medis dari tenaga medis yang akurat agar tidak ada perdebatan.

Ketiga, Tuduhan Malpraktik haruslah melalui Pemeriksaan Pendahuluan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), sehingga tidak serta merta peristiwa tersebut diperhitungkan sebagai Malpraktik yang berimplikasikan hukum.

Begitu rakan. Sudahkan rakan mengetahui tentang adanya Perjanjian Tarapetik sebelumnya ?

Penulis : Fitriani

Write a comment:

*

Your email address will not be published.

logo-footer