Media sosial saat ini telah menjadi bagian dari kehidupan remaja. Instagram, Twitter, Facebook, TikTok dan media sosial lainnya menjadi wadah bagi para remaja untuk berinteraksi. McGraww Hill Dictionary mendefinisikan media sosial sebagai alat interaksi secara virtual yang digunakan oleh orang-orang dan organisasi untuk saling berbagi dan bertukar informasi.  Hadirnya media sosial memberikan dampak dan pengaruh dalam kehidupan remaja, salah satunya dalam pembentukan perilaku. Banyak dari mereka yang menggunakan media sosial untuk mencari teman atau membangun pertemanan, memposting foto atau video tentang aktivitas mereka, membangun self-image dan personal branding, serta banyak lainnya. Tidak adanya pengawasan terhadap interaksi dan aktivitas yang dilakukan remaja tersebut bisa menimbulkan masalah, karena setiap orang akan dapat dengan bebas melakukan aktivitas apapun di media sosial. Kebebasan orang dalam menggunakan media sosial inilah yang akan menimbulkan berbagai penyalahgunaan media sosial, salah satunya adalah perilaku cyberbullying. Remaja sebagai sosok yang paling sering menggunakan media sosial akan memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku atau korban cyberbullying.

Cyberbullying merupakan perilaku intimidasi yang dilakukan oleh seseorang ke orang lain melalui sebuah situs online. Tindakan ini dilakukan dengan sengaja oleh pelaku untuk menyebabkan timbulnya kerugian. Cyberbullying dilakukan dengan cara mengirimkan pesan teks, foto, dan video ke akun media sosial seseorang dengan tujuan untuk menyindir, menghina, melecehkan, atau bahkan mendiskriminasi orang tersebut. Cyberbullying dapat terjadi kapan saja tanpa bisa dibatasi oleh apapun. Cyberbullying juga dapat dengan  mudah dilakukan karena pelaku tidak perlu berhadapan langsung dengan target atau korbannya. Namun, walaupun tidak terjadi secara langsung, cyberbullying juga bisa memakan korban. Sindiran dan hinaan yang diterima seseorang melalui sosial media tentu akan mempengaruhi kondisi psikis dan mental

Kalimat-kalimat negatif yang tersebar di media sosial awalnya memang hanya bertujuan sebagai humor yang bisa mengundang canda tawa di antara para remaja. Namun, adakalanya kalimat negatif tersebut bertujuan menyerang personal atau pribadi seseorang, seperti kalimat-kalimat sindiran, ejekan, bahkan ancaman yang ditujukan kepada pemilik akun tersebut. Para remaja sering tidak memahami bahwa kalimat-kalimat negatif yang mereka ketik di media sosial seseorang termasuk ke dalam ranah bullying, yang dapat dibawa ke jalur hukum dengan unsur pencemaran nama baik. Pelaku pencemaran nama baik seseorang di media sosial dapat dipidana paling lama 4 tahun berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE No. 19 Tahun 2016 yang berbunyi, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik.”

Dari hasil analisis data yang dilakukan oleh Rahmiwati Marsinun & Dodi Riswanto selaku Magister Psikologi, dapat dilihat jenis-jenis cyberbullying di media sosial pada diagram lingkaran di samping. Motif terbesar para remaja yang melakukan cyberbullying adalah adanya ketidaksukaan terhadap pribadi seseorang serta timbulnya rasa iri dengki terhadap orang tersebut.

Sebagai remaja, tindakan pencegahan yang dapat kita lakukan untuk menghindari perilaku cyberbullying adalah dengan cara mengontrol diri sendiri untuk menggunakan media sosial dengan bijak, mempertimbangkan kembali sebelum memposting sesuatu, serta memilih lingkungan sosial yang memiliki nilai dan ajaran yang positif, sehingga akan mencegah kita menjadi pelaku cyberbullying. Apabila melihat orang terdekat menjadi korban, kita dapat membantunya dengan melaporkannya ke pihak berwajib. Pemerintah juga membantu dalam hal peningkatan sistem cyber security dan cyber safety yang sangat berguna untuk menjaga keamanan dalam lingkup media sosial. Adanya perlindungan hukum dan upaya pemerintah ini menunjukkan bahwa tidak akan ada sikap normalisasi bagi segala macam bentuk perundungan.

Cyberbullying tentu saja tidak dapat dianggap sepele, karena akibat yang ditimbulkan sangat mengerikan. Dari beberapa hasil riset penelitian mengenai dampak cyberbullying  yang dilakukan oleh Rifauddin (2018),  depresi dan percobaan bunuh diri merupakan tindakan yang paling banyak dilakukan oleh remaja yang menjadi korban cyberbullying. Remaja menjadi sosok yang harus mendapatkan perhatian khusus agar terhindar dari perilaku cyberbullying, baik sebagai pelaku maupun korban. Oleh karena itu, sangat penting bagi para orang tua dan orang terdekat remaja untuk memberikan edukasi dan pemahaman dalam penggunaan media sosial yang baik, karena setiap ketikan, postingan, dan hal lainnya yang dilontarkan di media sosial akan meninggalkan ‘bukti digital’ atau rekam jejak yang akan tetap bisa diakses kapan saja oleh banyak orang. Jangan sampai hal ini dapat mempengaruhi perilaku remaja yang akan berdampak buruk pada pertumbuhan dan perkembangan remaja. Karena sekali lagi ditegaskan, setiap orang dapat berpotensi menjadi pelaku maupun korban. Mari masing-masing menjaga diri sendiri agar lebih berhati-hati dalam menggunakan media sosial agar terciptanya ruang interaksi yang aman.

Media sosial saat ini telah menjadi bagian dari kehidupan remaja. Instagram, Twitter, Facebook, TikTok dan media sosial lainnya menjadi wadah bagi para remaja untuk berinteraksi. McGraww Hill Dictionary mendefinisikan media sosial sebagai alat interaksi secara virtual yang digunakan oleh orang-orang dan organisasi untuk saling berbagi dan bertukar informasi.  Hadirnya media sosial memberikan dampak dan pengaruh dalam kehidupan remaja, salah satunya dalam pembentukan perilaku. Banyak dari mereka yang menggunakan media sosial untuk mencari teman atau membangun pertemanan, memposting foto atau video tentang aktivitas mereka, membangun self-image dan personal branding, serta banyak lainnya. Tidak adanya pengawasan terhadap interaksi dan aktivitas yang dilakukan remaja tersebut bisa menimbulkan masalah, karena setiap orang akan dapat dengan bebas melakukan aktivitas apapun di media sosial. Kebebasan orang dalam menggunakan media sosial inilah yang akan menimbulkan berbagai penyalahgunaan media sosial, salah satunya adalah perilaku cyberbullying. Remaja sebagai sosok yang paling sering menggunakan media sosial akan memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku atau korban cyberbullying.

Cyberbullying merupakan perilaku intimidasi yang dilakukan oleh seseorang ke orang lain melalui sebuah situs online. Tindakan ini dilakukan dengan sengaja oleh pelaku untuk menyebabkan timbulnya kerugian. Cyberbullying dilakukan dengan cara mengirimkan pesan teks, foto, dan video ke akun media sosial seseorang dengan tujuan untuk menyindir, menghina, melecehkan, atau bahkan mendiskriminasi orang tersebut. Cyberbullying dapat terjadi kapan saja tanpa bisa dibatasi oleh apapun. Cyberbullying juga dapat dengan  mudah dilakukan karena pelaku tidak perlu berhadapan langsung dengan target atau korbannya. Namun, walaupun tidak terjadi secara langsung, cyberbullying juga bisa memakan korban. Sindiran dan hinaan yang diterima seseorang melalui sosial media tentu akan mempengaruhi kondisi psikis dan mentalnya.

Kalimat-kalimat negatif yang tersebar di media sosial awalnya memang hanya bertujuan sebagai humor yang bisa mengundang canda tawa di antara para remaja. Namun, adakalanya kalimat negatif tersebut bertujuan menyerang personal atau pribadi seseorang, seperti kalimat-kalimat sindiran, ejekan, bahkan ancaman yang ditujukan kepada pemilik akun tersebut. Para remaja sering tidak memahami bahwa kalimat-kalimat negatif yang mereka ketik di media sosial seseorang termasuk ke dalam ranah bullying, yang dapat dibawa ke jalur hukum dengan unsur pencemaran nama baik. Pelaku pencemaran nama baik seseorang di media sosial dapat dipidana paling lama 4 tahun berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE No. 19 Tahun 2016 yang berbunyi, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik.”

Dari hasil analisis data yang dilakukan oleh Rahmiwati Marsinun & Dodi Riswanto selaku Magister Psikologi, dapat dilihat jenis-jenis cyberbullying di media sosial pada diagram lingkaran di bawah ini. Motif terbesar para remaja yang melakukan cyberbullying adalah adanya ketidaksukaan terhadap pribadi seseorang serta timbulnya rasa iri dengki terhadap orang tersebut.

 

Sebagai remaja, tindakan pencegahan yang dapat kita lakukan untuk menghindari perilaku cyberbullying adalah dengan cara mengontrol diri sendiri untuk menggunakan media sosial dengan bijak, mempertimbangkan kembali sebelum memposting sesuatu, serta memilih lingkungan sosial yang memiliki nilai dan ajaran yang positif, sehingga akan mencegah kita menjadi pelaku cyberbullying. Apabila melihat orang terdekat menjadi korban, kita dapat membantunya dengan melaporkannya ke pihak berwajib. Pemerintah juga membantu dalam hal peningkatan sistem cyber security dan cyber safety yang sangat berguna untuk menjaga keamanan dalam lingkup media sosial. Adanya perlindungan hukum dan upaya pemerintah ini menunjukkan bahwa tidak akan ada sikap normalisasi bagi segala macam bentuk perundungan.

Cyberbullying tentu saja tidak dapat dianggap sepele, karena akibat yang ditimbulkan sangat mengerikan. Dari beberapa hasil riset penelitian mengenai dampak cyberbullying  yang dilakukan oleh Rifauddin (2018),  depresi dan percobaan bunuh diri merupakan tindakan yang paling banyak dilakukan oleh remaja yang menjadi korban cyberbullying. Remaja menjadi sosok yang harus mendapatkan perhatian khusus agar terhindar dari perilaku cyberbullying, baik sebagai pelaku maupun korban. Oleh karena itu, sangat penting bagi para orang tua dan orang terdekat remaja untuk memberikan edukasi dan pemahaman dalam penggunaan media sosial yang baik, karena setiap ketikan, postingan, dan hal lainnya yang dilontarkan di media sosial akan meninggalkan ‘bukti digital’ atau rekam jejak yang akan tetap bisa diakses kapan saja oleh banyak orang. Jangan sampai hal ini dapat mempengaruhi perilaku remaja yang akan berdampak buruk pada pertumbuhan dan perkembangan remaja. Karena sekali lagi ditegaskan, setiap orang dapat berpotensi menjadi pelaku maupun korban. Mari masing-masing menjaga diri sendiri agar lebih berhati-hati dalam menggunakan media sosial agar terciptanya ruang interaksi yang aman.

Penulis : Natasya Ramadhani

Write a comment:

*

Your email address will not be published.

logo-footer