Putusan Berkekuatan Hukum Tetap pada Perkara Pidana
Ketentuan tentang pengertian putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dalam perkara pidana tertuang dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU 5/2010.

Adapun arti putusan berkekuatan hukum tetap adalah:

  1. putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh KUHAP;
  2. putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh KUHAP; atau
  3. putusan kasasi.

Adapun, berdasarkan KUHAP, cara mengetahui putusan berkekuatan hukum tetap adalah dengan kriteria sebagai berikut.

  1. Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding setelah waktu 7 hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir, kecuali untuk putusan bebas (vrijspraak), putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van rechts vervolging), dan putusan pemeriksaan acara cepat karena putusan-putusan tersebut tidak dapat diajukan banding.[1]
  2. Putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu 14 belas hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa.[2]
  3. Putusan kasasi.

Bagaimana jika putusan berkekuatan hukum tetap tersebut diajukan peninjauan kembali (“PK”)? Apakah putusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum tetap?

Mengenai hal ini, menurut M. Yahya Harahap dalam buku Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, upaya PK tidak dapat dilakukan pada putusan yang belum berkekuatan hukum tetap, sebab putusan yang belum inkracht hanya dapat ditempuh dengan banding atau kasasi. PK baru terbuka setelah banding atau kasasi telah tertutup dan PK tidak boleh melangkahi keduanya (hal. 615).

Dengan demikian, putusan yang bisa diajukan PK haruslah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Permintaan peninjauan kembali dilakukan karena putusan sudah tidak dapat lagi dilakukan banding atau kasasi. Bahkan, permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan yang berkekuatan hukum tetap, tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut.[3]

Putusan perkara pidana yang dapat diajukan PK oleh terpidana atau ahli warisnya adalah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.[4] Ketentuan ini haruslah dimaknai secara eksplisit tersurat dan tidak boleh dimaknai lain, seperti pengajuan PK dilakukan oleh jaksa penuntut umum.[5]

Adapun, permintaan PK dilakukan atas dasar:[6]

  1. apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
  2. apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata bertentangan satu dengan yang lain;
  3. apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Putusan Berkekuatan Hukum Tetap pada Perkara Perdata
Dalam perkara perdata, kapan putusan itu dianggap inkracht? Untuk menjawab hal tersebut maka perlu merujuk pada ketentuan dalam Penjelasan Pasal 195 HIR, yang berbunyi:

Dalam perkara perdata oleh karena pihak yang menang telah memperoleh keputusan hakim yang menghukum pihak lawannya maka ia berhak dengan alat-alat yang diperbolehkan oleh undang-undang untuk memaksa pihak lawan guna mematuhi keputusan hakim itu. Hak ini memang sudah selayaknya, sebab kalau tidak ada kemungkinan untuk memaksa orang yang dihukum maka peradilan akan tidak ada gunanya.

Dalam hal ini tidak ada jalan lain bagi pihak yang menang dari pada menggunakan haknya itu dengan perantaraan hakim untuk melaksanakan putusan tersebut, akan tetapi putusan itu harus benar-benar telah dapat dijalankan, telah memperoleh kekuatan pasti, artinya semua jalan hukum untuk melawan keputusan itu sudah dipergunakan, atau tidak dipergunakan karena lewat waktunya, kecuali kalau putusan itu dinyatakan dapat dijalankan dengan segera, walaupun ada perlawanan, banding atau kasasi.

Adapun, tenggang waktu yang perlu diperhatikan dalam mengajukan banding atau kasasi dalam perkara perdata adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengajukan banding, permohonan diajukan dalam waktu 14 hari sejak diucapkan putusan pengadilan negeri atau sejak putusan diberitahukan kepada yang bersangkutan jika ia tidak hadir ketika putusan diucapkan;[7]
  2. Untuk mengajukan kasasi, permohonan disampaikan dalam tenggang waktu 14 hari sesudah putusan atau penetapan pengadilan diberitahukan kepada pemohon.[8]

Dengan demikian, jika ditanya kapan putusan pengadilan dikatakan telah memperoleh kekuatan hukum tetap? Putusan pengadilan dinyatakan berkekuatan hukum tetap adalah ketika putusan tidak diajukan banding atau kasasi setelah 14 hari sejak putusan diucapkan atau diberitahukan kepada pemohon, maka putusan dinyatakan berkekuatan hukum tetap.

Kemudian apakah putusan yang diajukan PK belum berkekuatan hukum tetap, dapat disimak dalam ketentuan Pasal 67 UU MA. Putusan perkara perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan peninjauan kembali dengan alasan sebagai berikut:

  1. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
  2. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
  3. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;
  4. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
  5. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
  6. apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Dengan demikian berdasarkan ketentuan tersebut, maka putusan perkara perdata yang diajukan PK haruslah sudah berkekuatan hukum tetap.

Perlu diperhatikan bahwa seperti halnya dengan perkara pidana, pengajuan PK pada putusan perkara perdata tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan.[9]

Demikian jawaban tentang kapan putusan pengadilan dikatakan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

Herzien Inlandsch Reglement (HIR);
Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura (RBG);
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung;
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.

Putusan:

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-XIV/2016.

Referensi:

M. Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

[1] Pasal 233 ayat (2) jo. Pasal 234 ayat (1) dan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)

[2] Pasal 245 ayat (1) jo. Pasal 246 ayat (1) KUHAP

[3] Pasal 268 ayat (1) KUHAP

[4] Pasal 263 ayat (1) KUHAP

[5] Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-XIV/2016, hal. 37 dan 39

[6] Pasal 263 ayat (2) KUHAP

[7] Pasal 199 ayat (1) RBG

[8] Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (“UU MA”)

[9] Pasal 66 ayat (2) UU MA

Sumber: Hukum Online (https://www.hukumonline.com/klinik/a/kapan-putusan-pengadilan-berkekuatan-hukum-tetap-lt50b2e5da8aa7c)

logo-footer